Just the bane of my existence

RSS

Paradoks Kebebasan dan Lingkaran Setan

"Jadi gini teman-teman, saya sering melihat fenomena unik tentang manusia, yaitu "dia yang mencoba menjadi paling berbeda ternyata jatuhnya menjadi sama", benar begitu yang saya lihat, banyak teman-teman saya yang mengikuti perkataan "be yourself" tapi uniknya malah tidak menjadi unik dan berbeda namun menjadi sejenis dan mirip-mirip: dari pemikiran, perkataan, tingkah laku, dandanan, dan sebagainya.

Teman-teman saya sering mengagungkan kebebasan memilih, tapi uniknya apa yang mereka pilih kisarannya ya sama-sama aja: sama-sama pro LGBT, sama-sama pro sekulerisme, sama-sama pro konsep-konsep liberalisme (meskipun tanpa nama liberalisme), dan sebagainya. Seakan-akan ada isyarat bahwa kebebasan memilih dan semangat "be yourself" adalah menjadi seseorang yang ya.... modelnya mirip-mirip dan sama.

Ada penjelasan tentang paradoks kebebasan. Bagaimana kebebasan justru mengkhianati dirinya sendiri. Sebab "kebebasan" bukanlah konsep yang bebas nilai. "Kebebasan" menjadi alat bagi "sang penguasa" untuk mempertahankan pengaruhnya.

Well, paradoks kebebasan saya paling dapati ketika menengok ke era amandemen XV konstitusi Amerika Serikat yang ketika itu dinyatakan bahwa orang kulit hitam diberikan hak untuk memilih. Lantas apakah pada waktu itu orang kulit hitam bisa memilih dalam pemilu? Nope. Setiap warga negara amerika harus memiliki syarat: 1. Tidak buta huruf, 2. Sudah membayar pajak senilai tertentu, 3. Ayah-Ibu dan Kakek-Nenek bukanlah budak akibatnya mayoritas kulit hitam tidak dapat berpartisipasi di pemilu pada waktu itu. Apakah fair?

Most of us will say no, dan ketika kita berkata "ini tidak fair" sejatinya adalah standar ganda sebab kita begitu mendukung konsep pasar bebas yang sejatinya juga tidak fair seperti ini, kita mendukung dicabutnya restriksi terhadap brand asing masuk sebab "agar perusahaan Indonesia mampu terpacu bersaing dengan mereka", kita mendukung privatisasi BUMN... Padahal kesemuaannya sama-sama tidak fair.

Seakan-akan fenomena di atas berkata, "benar kebebasan sudah diberikan, tapi kalau mau benar-benar dikatakan 'bebas' maka anda harus menempuh sedemikian dan sedemikian". Pesan tersirat ini hidup dalam teman-teman saya yang "be yourself", seakan-akan hidup ini tidak bebas apabila tidak hidup dengan cara mereka hidup, dengan cara mereka bicara, berjalan, berpakaian, bermain-main, dan berdandan. "Kamu adalah orang yang bebas jika kamu pro LGBT, mendukung sekulerisme, tidak nggetu beribadah, mau have fun sampai tidak ibadah wajib, mau pacaran, dan sebagainya" sebuah tanda bahwa "kebebasan" itu adalah sekadar "alat".

Hal ini membuat saya semakin meresapi perkataan guru saya bahwa "globalisasi itu proyeksi" yang bermakna bahwa Si Unyil tidak akan ditayangkan di Malaysia namun Upin-Ipin merajai kartun Indonesia, yang bermakna bahwa Blangkon tak pernah menghiasi fashion Korea namun Blazer Korea menghiasi fashion Indonesia, yang bermakna bahwa orang Inggris tak akan menamai dirinya Paijo namun orang Jawa dapat menamai dirinya Henry. Globalisasi itu proyeksi, norma orang Padang tak akan berhasil mewarnai masyarakat Amerika namun norma Amerika berhasil mewarnai masyarakat Padang.

Globalisasi bagaikan Amandemen XV untuk negara-negara dunia ini, di titik globalisasi dimulai negara-negara seakan memiliki kesempatan yang sama namun tidaklah begitu. Orang kulit hitam harus memenuhi 3 syarat itu untuk dapat memilih sebagaimana negara-negara harus memenuhi syarat-syarat yang diberikan "sang pemenang" agar dapat memperoleh haknya.

Syarat-syarat itu bukan "negaramu harus bebas buta warna" namun "negaramu harus mengadopsi nilai-nilai yang aku bawa" "perusahaanku bebas di negaramu memberikan pengaruh" "norma-norma dan nilai-nilaiku harus negaramu bolehkan untuk disebarkan via universitas, televisi, media cetak, dan sebagainya" yang akhirnya negara kita pun mengadopsinya sehingga iklan-iklan di TV, tayangan-tayangannya, model pendidikannya, bacaan-bacaannya dan konsep "kebebasan"nya adalah yang sedikit banyak sesuai dengan apa yang dibawakan "sang pemenang" agar pengaruhnya tetap kuat.

Oleh karenanya, teman-teman saya yang memperjuangkan kebebasan dan mencoba "be yourself" banyak sekali jatuhnya menjadi pribadi-pribadi yang sama, sejenis, mirip-mirip semua.

Sebab...
Ya sederhana...
Bebas adalah mengikuti apa yang ditawarkan "sang penguasa" atau "sang pemenang".
Selain dari itu hanyalah orang yang tertinggal dan terbelakang adanya."
- Baskoro Aris Sansoko

Saya lupa di mana tepatnya saya menemukan tulisan kutipan di atas tetapi yang jelas tulisan ini benar - benar mewakilkan apa yang saya juga rasakan. Saya selalu tertarik dengan yang namanya paradoks, salah satunya adalah paradoks kebebasan yang dibahas dalam tulisan di atas. Tetapi pada tulisan saya kali ini, saya tidak akan menyinggung masalah paradoks kebebasan, saya ingin menyinggung paradoks secara umum.

Jika ada musyawarah yang membahas tentang suatu paradoks, mestilah musyawarah itu tidak akan pernah mencapai mufakat. Membicarakan paradoks tidak akan ada habisnya karena semua orang mempunyai sudut pandang berbeda - beda. Itulah kenapa paradoks selalu berakhir pada suatu konflik, dan konflik melahirkan solusi yang dikemudian hari berubah menjadi paradoks baru dan begitulah seterusnya hingga membentuk lingkaran setan.
Dan sebenarnya, dunia ini penuh dengan lingkaran setan yang tidak mungkin terputus. Lingkaran setan inilah yang menjaga keseimbangan agar kehidupan berjalan sebagaimana mestinya.

Meskipun lingkaran setan tidak bisa berhenti tapi kita sebagai manusia bisa memperlambat perputarannya untuk mempertankan ideologi kita. Kita hanya perlu menetapkan batas dan selalu ingat untuk tidak melewatinya. Dan menurut saya batas yang paling ideal adalah diri sendiri. Maksudnya adalah kita dapat menerapkan ideologi kita sebebas - bebasnya tetapi hanya pada diri sendiri, dan ingat bahwa orang lain juga berhak menerapkan ideologinya sendiri sebebas - bebasnya. Mengajak orang lain memahami ideologi kita lebih bijak daripada mengajak orang lain mengikuti ideologi kita.

Sekarang, agar saya tidak terkesan mengajak Anda mengikuti ideologi saya maka saya sarankan Anda mencari ideologi Anda sendiri mulai sekarang dan jangan mudah percaya dengan pemikiran orang lain termasuk pemikiran saya yang ada di sini.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar